/* Kotak Banner ===================== */ #Box-Banner-ads { margin: 0px; padding: 5px; text-align: center; } #Box-Banner-ads img { margin: 0px 8px 4px 0px; padding: 3px; text-align: center; border: 3px outset #c0c0c0; } #Box-Banner-ads img:hover { margin: 0px 8px 4px 0px; padding: 3px; text-align: center; border: 3px inset #333; }

Selasa, 08 Oktober 2013

Kritik Sanad Dan Matan

1.      Pengertian  Penelitian Sanad dan Matan Hadits
Kata penelitian (kritik) dalam ilmu hadis sering dinisbatan pada kegiatan penelitian hadis yang disebut dengan al Naqd yang secara etimologi adalah bentuk masdar dari naqada yanqudu yang berarti mayyaza, yaitu memisahkan sesuatu yang baik dari yang buruk Kata al Naqd berarti “kritik” seperti dalam literatur Arab yang berarti “ mengeluarkan kesalahan atau kekeliruan dari sebuah kalimat. Di dalam ilmu Hadis, al Naqd berarti memisahkan hadist-hadits yang shahih dari dha’if, dan menetapkan para perawinya yang tsiqat dan yang jarh.
Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa , dari segi sanada-yasnudu yang berarti mu’tamad (sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya, atau yang sah). Dikatakan demikian, karena Hadits itu bersandar kepadanya dan dipegangi atas kebenarannya. Sedangkan secara terminologis definisi sanad ialah susunan atau rangkaian orang-orang yang menyampaikan materi sebuah hadits. Sejak yang disebut pertama sampai kepada Rasulullah SAW.[1]
Yang dimaksud dengan matan ialah pembicaraan atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir baik pembicaraan itu sabda Rasulullah SAW, sahabat, ataupun tabi’in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi. [2]
Kritik Hadis sudah dimulai sejak pada masa Nabi Muhammad, tapi pada tahap ini , arti kritik tidak lebih dari menemui Nabi saw dan mengecek kebenaran dari riwayat (kabarnya) berasal dari beliau. Dan pada tahap ini juga, kegiatan kritik Hadis tersebut sebenarnya hanyalah merupakan konfirmasi dan suatu proses konsolidasi agar hati menjadi tentram dan mantap. Oleh karena itu kegiatan kritik hadis pada masa nabi sangat simple dan mudah, karena keputusan tentang otentisitas suatu hadis ditangan nabi sendiri. Lain halnya dengan masa sesudah nabi wafat maka kritik Hadis tidak dapat dilakukan dengan menanyakan kembali kepada nabi melainkan dengan menanyakan kepada sahabat, tabiin, dst.
2.      Kaidah Dan Langkah Kegiatan Kritik Sanad Dan Matan Hadits
a.        Kaidah-Kaidah Mayor Kritik Sanad
Kaidah kritik sanad dapat di ketahui dari pengartian istilah hadis sahih. Menurutnya ulama hadis misalnya ibnu Al-shalah(W.643H), hadis sahih ialah :
 “ hadis yang bersambung sanadnya( sampai ke nabi), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan zabit sampai akhir sanad, ( didalam hadis itu)), tidak terdapat kejanggalan (syuzus dan illat).”
Dari pengertian istilah tersebut, dapat di uraikan unsur-unsur hadis sahih menjadi:
1.         Muttashil (Sanad bersanbung)
2.         Periwayat bersifat adil.
3.         Periwayat bersifat zabit.
4.         Dalam hadis itu tidak ada kejanggalan (syudzudz)
5.         Dalam hadis itu tidak ada cacat (illat).
Ketiga unsur yang disebutkan pertama berkenaan dengan sanad, sedangkan  dua Unsur berikutnya berkenaan dengan sanad dan matan.
Dengan demikian, unsur-unsur yang termasuk persyaratan umum kaidah kesahihan hadis  yakni lima macam berkaitan dengan sanad. Lima unsur yang terdapat dalam kaidah mayor untuk sanad di atas sesungguhnya dapat di daptkan menjaditiga unsur saja, yakni unsur-unsur terhindar dari syuzus dan terhindar dari illat di masukan pada unsure pertama dan ketiga.
b.       Kaidah-Kaidah Minor Dalam Kritik Sanad
Apabila masing-masing unsure kaidah mayor bagi kesahihan sanad disertakan unsur-unsur kaidah minornya, maka dapat dikemukakan butir-butirnya sebagai berikut :
1.    Unsur kaidah mayor yang pertama, sanad bersambung, mengandung unsur-
Unsur kaidah minor :
a.       Muttasil ( bersambung )
b.       Marfu’ ( bersandar kepada Nabi, SAW)
c.        Mahfuz ( terhindar dari syuzus )
d.      Bukan mual (bercacat)
2.    Unsur kaidah mayor yang kedua, periwayat bersifat adil, mengandung unsur-
unsur kaidah minor :
a.        Beragama islam
b.       Mukalaf (balig dan berakal sehat)
c.        Melaksanakan ketentuan agama islam
d.       Memelihara muruah ( adab kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia kepada tegakknya kebajikan moral dan kebiasaan- kebiasaan).
3.    Unsur kaidah mayor yang ketiga, periwayat bersifat zabit dan atau azbat, mengandung unsur- unsur kaidah minor :
a.       Hapal dengan baik hadis yang diriwayatkannya.
b.      Mampu dengan baik menyampaikan riwayat hadis yang dihapalnya kepada orang lain.
c.       Terhindar syudzudz
d.       Terhindar dari illat.
Dengan acuan kaidah mayor dan kaidah minor bagi sanad tersebut maka penelitian sanad hadis dilaksanakan. Sepanjang semua unsur diterapkan secara benar dan cermat, maka penelitian akan menghasilkan kualitas sanad dengan tingkat akurasi yang tinggi. [3]
3.      Langkah-Langkah Kegiatan Dalam Kritik Sanad Hadits
Dr. Syuhudi Isma’īl dalam buku beliau yang berjudul “Metodologi penelitian Hadits Nabi” menguraikan ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam melakukan suatu kritikan terhadap sanad suatu hadits, yaitu sebagai berikut :
a.      Melakukan I’tibar
   Arti dan Kegunaan I’tibar :
Kata al-I’tibar adalah masdhar dari kata i’tabara yang menurut bahasa berarti peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.
Sedangkan menurut istilah ilmu hadits, I’tibar adalah menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu yang hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja; dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadits yang dimaksud.
Kegunaan I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadits seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus muttabī atau syāhid. Dengan adanya I’tibar ini maka akan diketahui apakah hadits yang diteliti itu memiliki muttabī dan syāhid ataukah tidak.
2.       Pembuatan Skema Sanad
Untuk mempermudah proses kegiatan I’tibar itu diperlukan adanya pembuatan skema untuk seluruh sanad untuk hadits yang akan diteliti. Ada 3 hal yang harus diperhatikan :
a.       Jalur seluruh sanad,
b.      Nama-nama periwayat untuk seluruh sanad
c.       Metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat.
4.      Perlunya Penelitian Sanad dan Matan Hadits
Penelitian terhadap sanad dan matan hadits bukan karena hadits itu diragukan otentisinitasnya. Hadits, secara keseluruhan merupaka sumber ajaran setelah Al Quran yang sudah menjadi pola amaliyah masyarakat dan tidak diragukan kebearannya. Penelitian ini dilakukan untuk menyaring unsur-unsur luar yang masuk ke dalam hadits, baik yang disengaja ataupun tidak. Maka, dengan penelitian terhadap kedua unsur diatas, hadits-hadits Rasulullah SAW dapat terhindar dari segala yang mengotorinya. Faktor yang paling utama perlunya dilakukan penelitian ini ada empat hal, yaitu:
a.       Hadits sebagai salah satu sumber ajaran Islam
b.      Beredarnya hadits-hadits palsu pada jalangan masyarakat
c.       Hadits-hadits tidak ditulis secara resmi pada masa Rasul SAW
d.      Proses penghimpunan hadits[4]
Beredarnya hadits Maudhu’i ke dalam kehidupan keagamaan masyarakat, yang kurang diketahui oleh masyarakat awam, meskipun tidak semuanya dimaksudkan untuk merusak agama, cukup menganggu kemurnian hadits dan dapat meresahkan masyarakat. Apalagi jika maknanya benar-benar bertentangan dengan nash-nash lain dan mengacaukan pemahaman serta aqidah masyarakat.
Dewasa ini muncul persoalan lain, munculnya kitab-kitab yang diantaranya memuat hadits-hadits lemah dan tidak jelas sumbernya, yang terkadang diminati masyarakat. Atau bahkan dalam tradisi lisan masyarakat terkadang menggunakan kata-kata pepatah arab atau kata-kata bijak yang dianggapnya hadits. Hal ini pun menuntut perlunya upaya penelitian hadits secara cermat.
Dari gambaran diatas menunjukkan secara jelas, bahwa Hadits Rasul SAW perlu dijaga dari upaya-upaya yang melemahkannya dan disaring dari tercampurnya dengan Hadits Al Maudhu’i. Ini artinya, segala matan hadits yang beredar perlu diteliti siapa pembawanya, bagaimana silsilah sanadnya, dan bagaimana isi kandungan haditsnya. Dengan inisiatif Umar bin Abdul Aziz dan pra Ulama’ abad kedua dan ketiga hijriah untuk membukukan hadits secara resmi., semakin jelas dan mendesak lagi perlunya kegiatan penelitian ini. begitu juga bagi para ulama yang berusaha membukukan hadits sesuda periode mudawwin pertama. Karena dipandang masih adanya hadits-hadits sahih yang belum terjaring , seperti yang dilakukan oleh Al Hakim. Dengan kata lain, disini perlunya kajian sanad dan matan itu dilakukan. [5]

Tidak ada komentar: