/* Kotak Banner ===================== */ #Box-Banner-ads { margin: 0px; padding: 5px; text-align: center; } #Box-Banner-ads img { margin: 0px 8px 4px 0px; padding: 3px; text-align: center; border: 3px outset #c0c0c0; } #Box-Banner-ads img:hover { margin: 0px 8px 4px 0px; padding: 3px; text-align: center; border: 3px inset #333; }

Selasa, 20 Desember 2016

PERKEMBANGAN ISLAM DAN PERJUANGAN NABI DI MAKKAH




A.    RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana kondisi masyarakat arab menjelang kelahiran nabi?
2.      Bagaimana perjuangan nabi muhammad di makkah?
B.     PEMBAHASAN
1.      Kondisi masyarakat arab menjelang kelahiran nabi
Sebelum kedatangan Islam yang di bawa oleh nabi Muhammad saw,  di dunia Arab terdapat bermacam agama yaitu paganisme, kristen, yahudi, dan majusi. Masyarakat arab telah mengenal agama tauhid semenjak kehadiran Ibrahim as. Bekas-bekas agama nabi ibrahim masih tersisa ketika islam diperkenalkan pada masyarakat arab. Bekas yang masih terasa adal;ah penyebutan Allah sebagai tuhan mereka. Secara fisik peninggalan nabi ibrahim dan ismail yang masih terpelihara adalah bait al-allah atau ka’bah yang berada di pusat kota makkah. Kegiatan ritual keagamaan masih dilakukan dengan menyebut nama Allah di sekitar rumahnya.[1]
Makkah merupakan sebuah kota yang terkenal dan sangat penting diantara kota-kota yang lain. Hal ini ditunjukan dari tradisi dan letaknya yang sangat strategis. Kota ini terletak pada lembah yang dikelilingi pegunungan al Sarah. Kota ini di bangun oleh Ibrahim as. Ketika beliau hijrah dengan Hajar dan anaknya  Ismail yang kemudian menikah dengan putri keluarga Jurhum (menguasai Mekkah selama 21 abad). Anak-anak ismail merupakan titik pusat kemuliaan karena ayahnyalah yang membangun ka’bah.[2]
Sejarah mencatat, bahwa menjelang kelahiran nabi Muhammad saw, bangsa Arab masih menempatkan Allah sebagai Tuhannya walaupun dalam perkembangan berikutnya mengalami proses pembiasaan yang mengakibatkan terjadinya pengingkaran prinsip tauhid. Pada umumnya mereka menjadikan berhala sebagai sesuatu yang sangat dekat dengan mereka. Karena itu mereka biasa disebut dengan penyembah berhala atau Paganisme. Penyembahan ini pada mulanya terjadi ketika orang-orang arab pergi ke luar kota Mekah. Mereka selalu membawa batu yang di ambil dari sekitar ka’bah. Mereka menyucikan batu dan menyembahnya dimanapun mereka berada.
Menjelah lahirnya Muhammad bin Abdullah di masyarakat Arab terdapat sekelompok orang yang dikenal sebagai kaum Hanif, penganut agama nabi Ibrahim. Mereka sangat sedih atas perlakuan bangsa Arab yang rusak moral mereka akibat merosotnya kondisi sosial, ekonomi, politik dan agama. Sebagai contohnya, begitu bayi lahir langsung dibunuh dikarenakan pembawa aib bagi keluarga. Sebab dalam peperangan A menang atas suku B, maka semua kekayaan mereka dirampas termasuk wanita dan anak gadis sebagai al mal al ghanimah menjadi milik kelompok A, selaku pemenang perang. Mereka juga memperkosa wanita di depan suami dan ayah mereka. Sebab hal itu sudah biasa waktu itu.
Demikian juga dalam kondisi sosial, ekonomi politik dan budaya bangsa Arab yang demikian rapuh moralnya, maka mereka kaum Hanif menanti dan mengharapkan kehadiran seseorang maha pemimpin yang dapat menyelamatkan dan membebaskan kondisi keterpurukan itu.
Tidak seperti zaman sekarang, pada zaman kegelapan di arab tidak ada pendidikan dan budaya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi, namun mereka tidak pernah berpisah dengan aktifitas budaya. Sastra arab itu sangat maju dan memiliki arti penting dalam kehidupan bangsa Arab. Sastra mereka sangat tinggi nilainya, maka sejarawan dan ahli budaya barat menyamakan dengan kemajuan sastra-sastra modern eropa. Philip Khore Hitti mengungkapkan bahwa “the triumph of islam was to a certain extent the trough of language, more particularly of a book”, yang artinya adalah kemenangan islam juga sebagai kemenangan suatu bahasa, terutama adalah suatu kemenangan suatu kitab. Mereka mengabadikan peristiwa-peristiwa dalam syair yang di perlombakan setiap tahun di pasar seni Ukaz, Majinnah dan Dzu Majaz.[3]
Kebudayaan bangsa Arab sebelum islam datang  pada masyarakat badui memang tidak berkembang. Hal ini dikarenakan sering terjadinya perang antar suku. Sejarah masyarakat badui arab diketahui melalui syair-syair yang beredar, karena mereka sangat menyukai syair.  Hampir seuruh pendudud badui adalah penyair. Dari syair-syair itu dapat diketahui karakteristik masyarakat antara lain senang dengan kebebasan, tegar menghadapi kerasnya medan kehidupan, dan semangat dalam mencari nafkah.
Selain syair dan amtsal, hasil sastra yang dihasilkan bangsa arab adalah qishah (cerita prosa). Yang terkenal diantaranya Ayyam al Arab berisi cerita tentang peperangan yang terjadi antara kabilah-kabilah pada masa jahiliyyah. Meskipun mereka mengalami kehidupan jahiliyah (amoralitas), mereka juga memiliki akhlak terpuji, diantaranya kedermawaan, memegang teguh janji, keberanian dan pantang mundur. [4]
2.      Perjuangan nabi muhammad di makkah
Pada saat kondisi politik, ekonomi, sosial dan agama baik di Barat maupun Timur sangat kacau, lahir seorang tokoh besar sepanjang masa yang membangun kekuatan Islam di antara dua kekuasaan besar dunia, di jazirah Arab yaitu Nabi Muhammad saw. Telah disebutkan, bahwa masyarakat arab penuh dengan kegelapan, termasuk mereka yang menyembah berhala buatan mereka sendiri. Muhammad diutus dengan misi kenabian, yang mengajarkan tiada lain Tuhan sekalian alam yaitu Allah swt yang Maha mengetahui lagi Maha bijakasana. Sebelum Muhammad menjadi Nabi, dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji yang bersih dari sifat-sifat tercela.[5]
Muhammad lahir di makkah pada hari senin tanggal 17 rabiul awal bertepatan dengan tanggal 20 april tahun 571 M. Tahun kelahiran nabuii dikenal dengan tahun gajah, karena pada tahun itu pasukan abraham al asyram dengan menunggang gajah menyerbu makkah ingin menghancurkan ka’bah. Beliau lahir dari keluarga miskin, namun terhormat dan disegani. Ayahnya bernama abdullah bin abdul muthalib dan ibunya bernama aminah binti wahab dari bani zuhrah. Pada waktu dilahirkan Muhammad dalam keadaan yatim. Sang ayah sudah meninggal dunia di madinah dan dikebumikan disana ketika beliau masih dalam kandungan.[6]
Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, halimah sa’idah. Dalam asuhanya lah muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah itu, selama dua tahun beliau berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enam tahun, beliau menjadi yatim piatu. Kemudian abdul muthalib mengambil alih merawat muhammad. Namun dua tahun kemudian abdul muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, abu thalib. Seperti juga abdul muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang quraisy dan penduduk mekkah secara keseluruhan, meskipun dia miskin.[7]
Muhammad tumbuh layaknya anak-anak sebayanya. Tubuh dan jiwanya berkembang sangat wajar. Namun sejak kecil beliau tumbuh menjadi anak yang bagus paras dan budi pekertinya. Masa kanak-kanak beliau dilalui dengan menjadi pengembala kambing. Selanjutnya, mulai belajar menjadi pedagang bersama pamannya pada masa remaja. Beliau terkenal dengan julukan al amin karena kejujuran dalam mengemban amanah.[8]
Pada usia dua puluh lima tahun, muhammad berangkat ke Syria dipercaya untuk membawa barang dagangan wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam perdagangan ini Muhammad memperoleh laba besar. Khadijah lalu melamarnya. lamaran itu diterima dan perkawinan dilaksanakan dimana ketika itu usia Muhammad 25 tahun dan khatijah 40 tahun.
Pada usia Muhammad 35 tahun, bangunan ka’bah rusak berat dan perbaikan ka’bah pun dilakukan secara gotong royong. Para penduduk mekah juga membantu pekerjaan itu dengan suka reala. Tetapi pada saat terakhir dimana tinggal mengangkat dan meletakkan hajar al aswat pada tempatnya, timbul perselisihan. Setia suku merasa berhak melakukan tugas terakhir dan mulia itu. Hingga akhirnya para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk ke ka’bah melalui pintu shafa, akan dijadikan hakim untuk perkara ini. Ketika itu masuklah yang pertama yaitu Muhammad dan ia pun dipercaya menjadi hakim. Ia lantas membentangkan kain dan meletakan hajar al aswat di tengah-tengah, lalu meminta seluruh kepala suku memegang tepi kain dan mengangkatnya secara bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, Muhammad  kemudian meletakkan batu itu pada tempatnya. Dengan demikian perselisian pun dapat diselesaikan dan semua kepala suku merasa puas.[9]
Banyak alasan Muhammad merenungi kaumnya, diantaranya beliau merasa prihatin dengan kegelapan umatnya yang banyak menyembah berhala, juga kemerosotan moral. Beliau kemudian bertahanus menyepi di gua hira di puncak jabal nur di luar mekah. Setelah sekian lama bertahanus, usaha untuk mendapatkan petunjuk Allah SWT berhasil dengan datangnya malaikat jibril pada tanggal 17 ramadhan 661 M pada usianya 40 tahun. Wahyu pertama yang turun adalah surat al alaq 1-5. [10]



[1] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Isalam, (yogyakarta: Pustaka Book Publiser, 2007), hlm. 59
[2] Zuhairi Misrawi, Mekkah Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara: 2009), hlm 70-71
[3] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Isalam, (yogyakarta: Pustaka Book Publiser, 2007), hlm. 58-61
[4] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam dari Arab Sebelum Islam Hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012), hlm. 10-12
[5] M. Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Hlm. 62
[6] Khoiriyah, M.Ag. Reorientasi wawasan sejarah islam dari arab sebelum islam hingga dinasti-dinasti islam. Hlm 31
[7] Dr. Badri yatim, M.A. Sejarah peradaban islam dirasah islamiyah II (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). Hlm 16
[8] Abdul adzim irsad. Mekkah keajaiban dan keagungan kota suci. (yogyakarta: A+ Plus Book, 2009) hlm 26-27
[9] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, hlm 17-18
[10]  Khoiriyah, M. Ag. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam, hlm 33

Tidak ada komentar: